Minggu, 23 November 2008

Manuskrip Beethoven Laku Rp 16,5 Miliar

Setelah hilang selama 115 tahun, manuskrip berisi score untuk komposisi berjudul Grosse Fuge in B flat setebal 80 halaman akhirnya ditemukan dan dijual seharga 1,1 juta poundsterling atau setara dengan Rp 16,5 miliar dalam sebuah pelelangan di London (2/12). Ludwig Van Beethoven menulis kompisisi Grosse Fuge pada tahun 1826 ketika ia sudah mengalami ketulian.
Dalam manuskrip yang kini dimiliki oleh seorang pembeli anonim, masih banyak koreksi dan coretan yang ditulis oleh sang komposer. Angka penjualan Grosse Fuge ini lebih rendah dibanding penjualan manuskrip Beethoven lainnya. Sebelumnya 2003, sebuah manuskrip Beethoven yang berisi partitur untuk komposisi symphoni kesembilan laku terjual lebih dari 2,1 poundstering.

Refleksi Indonesian Dance Festival

Bagi Anda penggemar tari tradisi budaya Indonesia dan tari tradisi budaya manca negara, dalam waktu dekat ini akan kembali menghibur Anda. Tari tradisi ini pertamakali digagas oleh dewan artistik pengajar IKJ. Mereka adalah Dr Sal Murgiyanto, Maria Darmaningsih, Nungki Kusumastuti, Ina Suryadewi dan Tom Ibnur. Mereka inilah yang pertamakali menggagas Indonesian Dance Festival (IDF) tahun 1991, yang pada waktu itu Prof Dr Toety Herati Noerhadi yang menjabat sebagai rektor IKJ. Dan pelaksanaan untuk pertamakalinya digelar di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) tahun 1992 dari tanggal 19-22 Februari.
>

IDF ini pada awalnya terselenggara tahunan hingga bergeser menjadi dua tahunan. Namun, penyelenggaraan tahunan ini hanya bertahan sampai tahun 1994. Entah apa yang membuat IDF ini menjadi berubah melakukan Festival Dance menjadi dua tahun sekali. Yang jelas, mereka dalam penyelenggaraan ini terhadang oleh kendala dana yang minim ditambah lagi dengan keutamaan karena ketiadaan tenaga yang untuk bersedia, mampu dan cukup untuk meluangkan waktunya dalam mengorganisir forum ini. “Kenyataan IDF tidak bisa berlangsung setiap tahun juga suatu kekurangan,”kata Sal Murgiyanto sebagai mantan penari kera, yang sekaligus sebagai kritikus tari alumni New York University Amerika Serikat.

Tahun 1996 kembali menggelar IDF untuk keempat kalinya menjadi tiga tahun sekali sampai pada tahun 1999. Kemudian pada tahun 2002 IDF juga kembali menggelar aksi tari tradisi dua tahunan sampai tahun 2006. Kali ini, mereka akan menggelar aksi tari budaya di tiga tempat yakni di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (GBB TIM) 19-21 Juli, Teater Kecil TIM dari tanggal 20-21 Juli dan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) 20-22 Juli.

Untuk pertunjukan tari tahun ini, mereka mengangkat tema: Generasi Masa Depan; Kebebasan, Aturan, Tari. Para dewan artistik memiliki pandangan yang berbeda tentang mendefenisikan tari kontemporer dalam kehidupan sekarang ini. Ada juga mereka yang menyebutnya dengan menggunakan istilah hibridisasi, penemuan kembali atau adaptasi, ada juga yang menyebutnya sebagai pelanggaran, apropriasi, atau peniruan.

Untuk menyemarakkan pertunjukan tari IDF ke-VIII ini, mereka berencana akan mendatangkan penata tari dari 7 negara sebanyak 12 orang, 6 orang diantaranya dari Indonesia. Mereka adalah Jacko Siompo, Fitri Setyaningsih, Deasilina Da Ary, Mugiyono, Benny Krisnawardi, dan Sri Mulyani. Sedangkan dari 7 negara itu adalah Padmini Chettur dari (India), Yamada Un (Jepang), Paul Rae & Spe 7 (Singapura), Ananya Chatterjea (Amerika Serikat), Arco Renz (Belgia), dan Dans (Taiwan).

Selama delapan kali menggelar IDF dalam kuran waktu 14 tahun, sudah menampilkan 63 koreografer Indonesia, diantaranya 41 pria dan 22 wanita yang berasal dari berbagai daerah. Sedangkan untuk koreografer dari mancanegara yang tampil di IDF I-VIII tak kurang dari 48 orang yang terbagi dari 16 negara. Jadi total koreografer yang telah berpartisipasi dalam ajang IDF I-VIII berjumlah 111 orang.A. Ritonga